Bandung

Bandung
Bandung

Sabtu, 17 Maret 2012

Kajian Prosa fiksi


Pendekatan Sosiologi Sastra dalam cerpen prabu karya Joni Ariadinata
Oleh Asih (0706352)

Dalam pengertiannya sendiri kritik sastra adalah alat untuk membedah sebuah karya sastra baik  dari unsur intrinsik maupun ekstrinsik dengan menggunakan beberapa pendekatan. Menurut Andre Hardjana, kritik sastra merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh para peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan sastra. Hal senada juga diungkapkan oleh Subagio Sastrowardoyo, bahwa untuk bisa menentukan bagaimana sesungguhnya perkembangan kesusastraan Indonesia, dibutuhkan suatu kritik.
Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.
Wilayah sosiologi sastra cukup luas. Rene Wellek dan dan Austin Warren membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang, yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra, yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra. Yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya. Ketiga, sosiologi sastra yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
            Sosiologi sastra sendiri  disiplin ilmu dari pendekatan mimesis yang merupakan bagian dari pendekatan ektrinsik. Mimesis sendiri bertolak dari pemikiran yang sastera itu adalah hasil seni yang mencerminkan kehidupan nyata, merupakan tiruan atau pemaduan antara kenyataan dengan imajinasi pengarang.
Disini saya akan mecoba mengkaji cerpen Prabu karya Joni Ariadinata denagn menggunakn pendekatan sosiologi sastra.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa sosiologi sastra tidak akan lepas dari tiga aspek yaitu :

a.       Sosiologi Pengarang
Pria kelahiran Majalengka pada tahun 1966 ini mengaku baru mengawali menulis cerpen pada tahun 1993. Namun secara mengejutkan, pada tahun 1994, cerpennya yang berjudul “Lampor” terpilih menjadi cerpen terbaik pilihan Kompas. Kehidupan sosial yang pernah ia alami saat tinggal dengan masyarakat kumuh itulah yang -diakui beberapa sastrawan, kritikus sastra, dan dirinya sendiri- sampai saat ini banyak memberi inspirasi dalam penggarapan tema-tema cerpennya. Proses kreatif Joni Ariadinata sebagai penulis cerpen terwujud dalam berbagai pilihan tema antara lain: tema fisik yang berupa tubuh, tema organik yang berupa kekerasan dan penyimpangan seksual, tema sosial yang berupa politik, ekonomi, moral kemanusiaan, dan keluarga atau rumah tangga, tema egoik yang berupa profesi, dan tema religius yang berupa agama dan dunia mistik, takhayul, atau dongeng terdapat dalam ketiga antologi cerpennya. Tema-tema tersebut oleh Joni Ariadinata lebih ditekankan pada setting kehidupan masyarakat miskin (grass root).
b.      Sosiologi Sastra
Cerpen Prabu sendiri menceritakan tentang kritikan pada masa orde baru jika dilihat dari titimangsa yang tercantum yaitu tahun 1994. Di awal  penceritaan di gambarkan bahwa ”gerombol mahasiswa di gedung tepat sudut perempatan, di balik pagar berjejal  penasaran. Omong keras, bicara jorok, berteriak.” disini terlihat bahwa mahasiswa sedang melakukan demontrasi. Ditambah dengan hingar  bingar sirine yang ada serat pengamanan ektra ketat dari truk-truk tentara sehingga para pedagang kaki lima dan sepeda tidak boleh ada yang di jalan aspal. Pengamanan yang silakukan pun lebih kepaksaan untuk pengaman yang ekstra ketat.
      Dalam paragrap selanjutnya pun digambarkan bagaimana warga di perkampungan kumuh di giring dan di perikda ”struk polisi ... mengepung rumah, mengedor ,menjarah....”
      Salm paragrap selanjutnya juga ada sebuah kritikan kepada para aparat keamanan negara  ”di hadapan sidang luar biasa tiga angkatan: laut,darat, udara... ”Propesi ini gampang terkena iming-iming suap.”
Tokoh central yang ada di dalm cerpen ini tidak digambarkan secara gamblang hanya diucapkan lewat sebutan ”jendral”, ”sersan” yang tak jelas apa sebenarnya maksudnya tetapi yang jrlas ini lebih pengkritikan ke pemerintahan orde baru.
Diksi yang digunakn dalam cerpen ini sangat sederhan ini merupakn ciri khas dari Joni sendiri misalny ”aspal. Sedikit lembar sampah terserak di tepi. Sirine, raungan polisi.....”
c.       Sosiologi Pembaca
 Setelah membaca cerpen Joni Ariadinata cerpen ini lebih banyak kepada kritik sosdial serta kata-kata yang digunakan banyak yang berupa pernggalan-penggalan. Nenden Lilis A. Sendiri dalm menulis cerpennya Joni sangat menpertimbangkan kepekatan dan keefektivitasan bahasa.
   Simpulan yang dapat saya ambil setelah mengkaji cerpen Karya Joni Ariadinata sendiri memang gerpennyalebih syart dengan kondisi sosial yang ada di sekitarnya dan banyak briosikan kritikan-kritikan tentang permasalahn yang ada. Dari segi pemilihan diksi Joni tak segan melakukan pemenggaln kata dan hanya satu kata atau frasa dalam menggambarkan situasinya. Amanta yang dapat diambil bahwa janganlah pemerintahan yang dahulu yang buruknya terulang lagi sampai terjadi bentrokan antara masyarakat dan warga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar