Debat
Capres 2009
Sebuah
Kajian Pragmatik Menggunakan Prinsip Kerja Sama
Asih
0706352
Abstrak
Berbahasa
adalah suatu aktiviats social yang lazim dilakukan dalam berkomunikasi di
lingkungan masyarakat. Di dalam
berbicara, penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah
yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan
interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya.
Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan
penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu (Allan
dalam Putu,1996). Seperti halnya tuturan yang digunakan para politisi untuk
menari massa sebanyak-banyaknya. Para Politisi seakan-akan beramai-ramai
mengumbar janji-janji dalam proses kampanye guna menari hati rakyat. Seperti
yang dilakukan para Capres 2009 pada debat yang diselenggarakan oleh KPU
sebanyak tiga kali. Kajian pragmatik ini akan membahas tuturan yang di paparkan
oleh Capres 2009 menggunakan prinsip kerja sama.
Kata Kunci: pragmatik, prinsip kerja sama, maksim
kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, maksim pelaksanaan, analisis
tuturan debat capres 2009.
Pendahuluan
Grice
mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi di dalam anggota masyarakat
dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu prinsip kerja sama (cooperative principle) (Yule 1996: 36-37
dan Thomas 1995: 61). Prinsip kerja sama adalah keterlibatan partisipan dalam
membentuk suatu percakapan lengkap dengan unsure-unsur yang dibutuhkannya, baik
dalam bentuk bahasa tuturan maupun pendukung bahasa. Prinsip Kerja sama yang
terjalin dalam komunikasi ini terwujud dalam empat bidal (maxim), yaitu (1)
bidal kuantitas (quantity maxim),
memberi informasi sesuai yang diminta; (2) bidal kualitas (quality maxim), menyatakan hanya yang menurut kita benar atau cukup
bukti kebenarannya; (3) bidal relasi (relation
maxim), memberi sumbangan informasi yang relevan; dan (4) bidal cara (manner maxim), menghindari
ketidakjelasan pengungkapan, menghindari ketaksaan, mengungkapkan secara
singkat, mengungkapkan secara beraturan (Gunarwan 2004: 11 dan Thomas 1995:
63-64).
Objek penelitian dalam analisis ini
adalah Debat Capres 2009 yang mana lebih meneliti tuturan yang digunakan oleh
Capres 2009 dalam meyakinkan masyarakat untuk menarik sura sebanyak-banyaknya.
Sehingga masyarakat menjadi terpengaruh. Dalam objek ini juga di analisis
bagaimana tuturan bisa menjadi alat yang efektif untuk menarik massa.
Menurut saya tuturan para Capres
2009 itu penting untuk dikaji, karena kita dapat tahu tuturan seseorang itu dapat
berpengaruh beesar terhadap lawan penuturnya dan dapat menimbulkan polemic dan
kontroversi. Dalam bahasa politik yang menjadi kajian dalam pembahasan ini juga
berpengaruh terhadap masyarakat khususnya yang tidak mengenal sosok Caprenya.
Dengan bahasa yang para Capres gunakan dapat diketahui sosok mereka dalam
berkampanye maupun kepribadiannya.
Tujuan penganalisisan sendiri adalah
untuk mengeahui:
1. Bagaimana
Tuturan Capres dalam berkampanye?
2. Sejauh
mana tuturan tersebut memerikan respons terhadap mayarakat
3. Bagaimana
kajiannya menurut pragmatik dengan menggunakan prinsip kerja sama?
Metode
Metode pengambilan data yang
dilakukan yaitu metode literatur dengan melakukan pencarian dari internet dan
menonton rekaman ulangan debat capres dari internet dan diambil beberapa dialog
percakapan antar Susilo Bambang Yudoyono, Jusup Kalla dan Megawati serta
moderator.
Analisis yang dilakukan menggunakan
prinsip kerjasama yang terdiri dari maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim
relevansi dan maksim pelaksanaan. Tetapi dalam penganlisisan ini lebih
menitiberatkan pada maksim relevansi dan maksim pelaksanaan.
Simpulan dalam penganalisisan ini
dapat diperoleh setelah pembahsannya dianalisis dan tujuan yang ingin diketahui
tersebut terjawab. Simpulan sendiri dapat memberikan gambaran kepada pembaca
bahwa Debat Capres adalah sarana yang efektif juga dalam meraih massa atau
meyakinkan massa.
Landasan Teori
Pengertian Pragmatik
Dalam
tulisan Putu Wijana diungkapkan bahwa ilmu pragmatik adalah cabang ilmu bahasa
yang menelaah makna-makna satuan lingual secara eksternal.
Yule
(1996: 3) misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang
mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya;
(3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna
yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang
mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang
terlibat dalam percakapan tertentu.
Thomas
(1995: 2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua
bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan
pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan
menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi
ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan
mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi
antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan
linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran,
mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi
(meaning in interaction).
Leech
(1983: 6 ) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang
mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu
melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu melihat
semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan komplementarisme, atau melihat
semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi
Prinsip Kerjasama
Analisis
Dalam
komunikasi yang wajar agaknya dapat diasumsikan bahwa seorang penutur
mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada
lawan bicaranya, dan berharap lawan bicaranya dapat memahami apa yang hendak
dikomunikasikan itu. Untuk itu penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu
relevan dengan konteks, jelas, dan mudah dipahami, padat dan ringkas (concise),
dan selalu pada persoalan (straight forward), sehingga tidak menghabiskan waktu
lawan bicaranya. (Dewa Putu Wijana, 1996)
Bila
dalam suatu percakapan terjadi penyimpangan, ada implikasi-implikasi tertentu
yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila implikasi itu tidak ada, maka penutur
yang bersangkutan tidak melaksanakan kerjasama atau tidak bersifat kooperatif.
Jadi, secara ringkas dapat diasumsikan bahwa ada semacam prinsip kerja sama
yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara agar pproses komunikasi itu
berjalan lancar.
Dalam
Dewa Putu Wijana (1996) dikemukakan pendapat Grice dan Austin bahwa di dalam
rangka melaksanakan prinsip-prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus
mematuhi 4 maksim percakapan (conversational
maxim), yakni maksim kuantitas (maxim
of quantity), maksim kualitas (maxim
of quality), maksim relevansi (maxim
of relevance), dan maksim pelaksanaan
(maxim of manner).
a.
Maksim Kuantitas
Maksim
kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang
secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya.
Contoh:
A:
Siapa namamu?
B:
Ani
A:
Rumahmu di mana?
B:
klaten, tepatnya di Pedan.
A:
Sudah bekerja?
B:
Belum masih mencari-cari.
b.
Maksim Kualitas
Maksim
kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya.
Kontribusi pesertapercakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang
memadai. Apabila patuh pada prinsip ini, jangan pernah mengatakan sesuatu yang
diyakini bahwa itu kurang benar atau tidak benar.
Contoh:
A:
“Angga ada di rumah Bu?”
B:”Ada,
baru saja pulang dari mengantar Santi pergi”.
c.
Maksim Relevansi
Maksim
relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang
relevan dengan masalah pembicaraan.
Contoh:
A:
Ani, ada telepon untuk kamu.
B:
Saya lagi di belakang, Bu.
A:
Pukul berapa sekarang, Bu?
B:
Tukang koran baru lewat.
d.
Maksim Pelaksanaan
Maksim
pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung,
tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut.
Contoh:
A:
‘Bagaimana hasil karangan Si Budi?”
B:
“Bahasanya bagus”.
Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan
PERTANYAAN:
Mengenai hubungan negara dengan rakyat, hal itu menjadi tantangan tersendiri.
Rakyat selalu mengandalkan pemerintah berada di pihak rakyat yang menjadi
korban. Mengenai Lumpur Lapindo, kenyataan masyarakat di sana mengalami
masalah, entah tanah dan kesejahteraan. Langkah apa yang harus dikerjakan?
MEGAWATI: Sebetulnya
pada waktu itu harusnya dikatakan kepada rakyat bahwa kita mengambil alih, ini
bencana alam dan akan terjadi danau pada radius tertentu. Melalui pemetaan yang
ada, kita bisa merelokasi penduduk dengan keadaan yang tentunya cukup nyaman.
Hal ini tentu bisa berjalan, jika kesadaran rakyat terhadap early warning system itu sudah berjalan,
terkait itu hal bencana. Hal lain adalah faktor hukum, mereka yang ragu apakah
ini bencana industrial/alam harus dibawa ke ranah hukum.
SBY:
Langkah pertama adalah mereview apa yang telah terjadi. Untuk satu mengatasi
lumpur, dan dua adalah membantu korban. Namun demikian menurut saya, menurut
prioritas yang ada, kita harus memberi bantuan, mana yang porsi Lapindo, mana
yang harus kita bantu. Namun jika kedepannya saya terpilih lagi, semua ini
harus direview dari semua kalangan. Memang ada beberapa perbedaan terkait
relokasi. Namun kami juga membuka komunikasi terhadap masyarakat setempat.
Dalam tahap tertentu ini bisa menyelesaikan masalah. Agar masalah betul-betul
tuntas, agar rakyat dapat terpenuhi hak-haknya.
JK:
Ada empat soal pokok masalah Lapindo. Semburan, akibatnya terhadap lingkungan,
rakyat, dan infrastruktur. Rakyat yang merupakan tugas Lapindo harus
dipercepat. Namun semua itu sangat tergantung kepada penyebabnya, yaitu
semburan itu sendiri. Saya akan berprioritas, mengerahkan teknologi yang ada
(terbaik) untuk menghentikan semburan. Kemudian infrastruktur, sehingga
memperbaiki jalan-jalan yang ada. Masalah lingkungan, harus kita perhatikan
betul agar lingkungan yang ada tidak tercemar. Dan yang terpenting adalah
rakyat, serta infratruktur yang ada harus diselesaikan, agar ekonomi Jawa Timur
tidak terganggu.
Dari
pemaparan jawaban yang dikemukakan para capres di atas menurut analisis sudah
mengandung maksim relevansi dan maksim pelaksanaan/cara karena apa yang
ditanyakan moderator berhubungan dengan jawaban yang dikemukakan oleh para
Capres yaitu mengenai langkah penanganan tentang lumpur Lapindo yang harus
dilakukan saat ini. Meskipun Megawati terlebih dahulu meriview ke belakang
dengan mengatakan Sebetulnya pada waktu
itu harusnya dikatakan kepada rakyat bahwa kita mengambil alih, ini bencana
alam dan akan terjadi danau pada radius tertentu. Baru megawati akan
mengambil jalur hukum untuk menangani masalah lumpur Lapindo ini. Jawaban JK
pun mengandung maksim relevansi dengan mengambil pokok-pokoknya yitu semburan,
lingkungan, dan infrastruktur. Begitu pun
dengan SBY yang mengambil langkah merelokai warga ke tempat yang aman dan
mengatasi semburan. Tidak hanua mengandung maksim cara dan maksim relevansi
jawaban yang disampaikan para capres pun mengandung maksim kualitas yaitu
mengutarakan jawaban yang diperlukan oleh penanyanya seperti dalam pengertian
maksim kualitas oleh Grice yaitu, maksim kuantitas menghendaki setiap peserta
pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan
oleh lawan bicaranya.
PERTANYAAN - JK:
Slogan bapak adalah lebih cepat lebih baik. Bagaimana bapak bisa berbeda
terhadap hal itu, terkait dengan Pungutan Liar? Harus ada terobosan terhadap
Pungli, sehingga lembaga pemerintah menjadi institusi pelayanan.
JK:
Pungli, bagian daripada suatu sisi negatif dari pelayanan masyarakat yang harus
kita hentikan. Hal ini disebabkan kewenangan yang tidak jelas, karena tidak ada
performansi yang jelas pula. Pegawai negeri, harus direforamsi, dengan
memperbaiki kesejahteraannya, namun semua harus ada ukuran2 performans pegawai
negeri, dan performans itu harus diikuti, sehingga tidak ada pelanggaran. Dari
situ tentu disiplinnya, dan harus ada pelanggarannya terhadap hal itu. Kalau
itu dilaksanakannya semua, akan saya laksanakan hal itu semua dengan baik, jauh
lebih akuntabel, dan lebih transparan.
MEGAWATI - TANGGAPAN:
Menurut saya, apa yang dikatakan oleh Pak Kalla, itu karena harus
mempertahankan slogannya yang lebih cepat lebih baik. Meskipun satu hari,
kadang-kadang KTP kalau tidak diberi uang pungli, tidak akan selesai satu hari.
Oleh karenanya harus diperbaiki mental bangsa kita. Mencontoh kepada luar
negeri, mereka khawatir dalam uang yang berjumlah lebih, sehingga dihitung
lebih. Pendidikan yang ada saat ini tidak begitu ketat memberikan pendidikan
budi pekerti kepada anak-anak kita. Tetapi kalau hal ini tidak dilakukan oleh
masyarakat, maka hal ini tidak akan berjalan cepat seperti apa yang pak Kalla
inginkan.
SBY
- TANGGAPAN: Saya setuju dengan pak JK. Namun ada yang ingin saya
tambahkan. Satu, harus ada sosialisasi yang jelas. Kedua, berikan kotak aduan
di setiap tempat pelayanan publik, sehingga di setiap tempat pelayanan publik
masyarakat bisa mengadu. Dan satu lagi, kita mempunyai sistem teknologi. Makin
menjadi online pengurusannya, itu makin bisa dicek kebenarannya. Bagi petugas
pun tidak akan bisa main-main karena ada sarana pengaduannya.
JK - TANGGAPAN:
Saya berterimakasih atas dukungan ibu Mega dan Pak SBY. Mengenai mental,
seperti yang Al-Hadits katakan, pemimpin itu bertanggung jawab. Dan
transparansi, seperti kata Pak SBY, itu juga penting, dan tentu saja kontrol
dari atasan. Jadi ada check and balance.
Mengenai tanggapan para capres soal
masalah banyaknya pungli yang terjadi saat ini mengandung prinsip kerja sama
meskipun lebih banyak menyinggung
PERTANYAAN - MEGAWATI: Slogan
ibu adalah Mega-Pro-rakyat. Tentu semua presiden akan pro rakyat, tidak hanya
ibu. Namun bagaimana ibu menerjemahkan slogan pro-rakyat terhadap masalah TKI
di luar negeri. Dengan skala yang demikian besar, maka perlindungan negara
sering menjadi satu2nya perlindungan yang mereka andalkan. Langkah apa yang
akan ibu lakukan?
MEGAWATI:
Banyak persoalan sebenarnya terjadi di dalam negeri.. Persoalan yang terjadi di
luar negeri itu berbeda, dan sulit, karena akan melibatkan hubungan bilateral
dua negara. Kita sepertinya selalu berada di pihak defensif. Oleh karenanya
kita harus mempererat keluarnya TKI, terutama TKI ilegal, karena akan sulit
bagi kita untuk melindungi. Kemudian harus kita berikan pendidikan, karena
kebanyakan merekalah yang mengalami masalah...dan Kedutaan pun..(waktu habis)
SBY - TANGGAPAN:
Di luar negeri pun kita harus membuat kerjasama yang konkrit. Menurut saya mata
rantai antara hubungan di luar negeri dan dalam negeri, harus beres terlebih
dahulu di dalam negeri. Sesampainya di luar negeri Kedutaan juga harus
memberikan perlindungan dan komunikasi, serta hak-hak TKI itu.
JK - TANGGAPAN:
Tentu saya sependapat dengan Ibu Mega, karena saya kerjakan juga semasa saya
menjadi Menkokesra di bawah Ibu Mega. Kita harus mempersiapkan kontrak yang
baik/MOU dengan negara itu. Seperti mewajibkan kepada, khususnya, kedutaan
Saudi dan Malaysia, lawyer-lawyer,
dan menyelesaikan masalah lebih dahulu di asalnya, di Saudi. Jangan pulang baru
bermasalah. Persiapan-persiapan sebelum berangkat tentu harus dibekali manual-manual
MEGAWATI - TANGGAPAN:
Ya semua ikut saya....(cukup)
Jawaban Capres yang diutarakan
memang sangat meyakinkan jika dilihat dari bagaimana upaya-upaya yang
ditawarkan kepada rakyat khususnya untuk dapat menari mereka. Dapat ditemukan
juga maksim kualitas yang menuru syamsuddin dalam bukunya studi wacana adalah
kerja sama dalam bentuk jawaban yang sesuai. Memang pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan oleh moderator telah sesuai dengan jawaban Capres juga sesuai dengan
tanggapan yang diberikan oleh capres keapada satu sama lainnya.
PERTANYAAN:
Upaya apa yang dilakukan untuk menstabilkan harga, menahan ledakan penduduk,
dan meningkatkan taraf hidup petani.
JK:
"Mohon maaf pak Bambang, kalau seperti dalam iklan indomie yang bapak
keluarkan. Hal itu justru akan membebani karena gandumnya masih impor,"
kata Jusuf Kalla.
SBY:
"Maaf pak JK kalau yang dimaksud indomie pak JK adalah yang murni dibuat
dari gandum. Indomie yang saya makan sudah dengan campuran singkong, gandum dan
lainnya."
Dalam
jawaban yang diutarakan oleh JK dan SBY yang menggunakan istilah sindiran di
atas juga mengandung maksim relevansi jika kita menelaahnya lebih lanjut. Dalam
jawaban JK yang menyindir SBY tentang masalah ekspor-impor menggunakan
penyimbolan terhadap mie yang identik bahan baku yang digunakan adalah gandum
yang mana Indonesia harus mengimpornya dari luar. Secara tidak langsung ini
berhubungan. Meskipun tidak dijelaskan secara terperinci dan rigid.
PERTANYAAN:
jaminan pemerintah untuk pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW.
JK:
"Kita juga bangun listrik 10 ribu MW meskipun dulu Boediono tolak berikan
jaminan untuk itu,".
SBY:
"Saya bela Boediono karena satu guru satu ilmu. Dulu kan tak ada jaminan
kemudian jaminan lunak. Nah saya sebagai presiden ambil keputusan kita berikan
jaminan.
Dalam pertanyaan mengenai jaminan
pembangkit 10 ribu MW SBY masih ada maksim relevansi dan maksim pelaksanannya
yaitu dengan memberikan jaminan. Meskipun awalnya dapat dilihat bahwa ada
tamengan yang diujarkan oleh SBY yaitu dulu kan tidak ada jaminan kemudian
jaminan lunak. Dalam pelaksanaannya prinsip kerja sama tidak dapat dipisahkan
dengan prinsip lainnya yang ada dalam pragmatik.
Simpulan dan Saran
Pragmatik
merupakan cabang ilmu yang baru dalsm cabang linguistic. Pragmatik dahulu hanya
dijadikan istilahnya tong sampah dalam analisis-analisi baik morfologi,
fonologi, sintaksis, maupun semantic. Namun dalam kenyataannya sekarang
pragmatik dapat mengkaji bahasa secara luas baik bahasa lisan (tuturan) maupun
tulisan (wacana). Pragmatik pun mempunyai beberapa pembahasan yaitu tindak
tutur, prinsip kesopanan, prinsip kerja sama, tamengan (hedging) dan CDA (critical, discussion dan analysis).
Prinsip kerja sama sendiri terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas,
maksim relevansi/relasi, maksim cara/pelaksanaan.
Kajian pragmatik mengenai tuturan
Capres dam debat yang diilakukan sebelum pemilu dalam pembahasan pemaparannya
memang ditemukan prinsip kerja sama baik maksim kuantitas maupun maksim
pelaksanaan. Memang dalam pemaparan tanggapan para capres dan jawaban lebih
menitiberatkan pada maksim pelaksanaan dan maksim relevansi karena ini
merupakan sebuah dialog yang memerlukan jawaban yang berhubungan dan
pelaksanaan untuk ke depannya. Tetapi tidak dipungkiri juga ditemukan maksim
kuantitas yang jawabannya membutuhkan informasi yang utuh. Pemaparan ini juga
dalam rangka menarik rakyat/ massa dalam proses kampanye sehingga bahasa-bahasa
yang digunakan banyak menggunakan unsure politik dan kehati-hatian dalam
penuturannya. Pemaparan para capres memang efektif untuk menarik massa sehingga
debat merupakan salah satu cara yang digunakan oleh para Capres.
Pustaka Acuan
Ajick
. 2009.Penggunaan Bahasa dalam Perspektif
Pragmatik dan Implikasinya bagi Peningkatan Kualitas Generasi Muda Di Indonesia.
Diambil dari situs http://www.mail-archive.com/indonesia-online@yahoogroups.com.
Subuki, Makyun. 2007. Mengapa
Pragmatik Perlu
Dipelajari Dalam Program Studi Linguistik?. [online]. Di
ungguh dari situs: www.tulisanmakyun.wordpress.com.
Syamsuddin
A. R., M.S. 1992. Studi Wacana
Teori-Analisis-Pengajaran. Bandung : Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni FPBS
IKIP Bamdung.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Wijana,
I Dewa Putu.1996. Dasar-dasar Pragmatik.
Yogyakarta: Andi Offset.
Yule,
George. 1996. Pragmatics.Oxford
University Press; New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar