Bandung

Bandung
Bandung

Sabtu, 17 Maret 2012

Pragmatik


Debat Capres 2009
Sebuah Kajian Pragmatik Menggunakan Prinsip Kerja Sama
Asih
0706352

Abstrak
Berbahasa adalah suatu aktiviats social yang lazim dilakukan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat.  Di dalam berbicara, penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual itu (Allan dalam Putu,1996). Seperti halnya tuturan yang digunakan para politisi untuk menari massa sebanyak-banyaknya. Para Politisi seakan-akan beramai-ramai mengumbar janji-janji dalam proses kampanye guna menari hati rakyat. Seperti yang dilakukan para Capres 2009 pada debat yang diselenggarakan oleh KPU sebanyak tiga kali. Kajian pragmatik ini akan membahas tuturan yang di paparkan oleh Capres 2009 menggunakan prinsip kerja sama.
Kata Kunci:  pragmatik, prinsip kerja sama, maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, maksim pelaksanaan, analisis tuturan debat capres 2009.
Pendahuluan
            Grice mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi di dalam anggota masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu prinsip kerja sama (cooperative principle) (Yule 1996: 36-37 dan Thomas 1995: 61). Prinsip kerja sama adalah keterlibatan partisipan dalam membentuk suatu percakapan lengkap dengan unsure-unsur yang dibutuhkannya, baik dalam bentuk bahasa tuturan maupun pendukung bahasa. Prinsip Kerja sama yang terjalin dalam komunikasi ini terwujud dalam empat bidal (maxim), yaitu (1) bidal kuantitas (quantity maxim), memberi informasi sesuai yang diminta; (2) bidal kualitas (quality maxim), menyatakan hanya yang menurut kita benar atau cukup bukti kebenarannya; (3) bidal relasi (relation maxim), memberi sumbangan informasi yang relevan; dan (4) bidal cara (manner maxim), menghindari ketidakjelasan pengungkapan, menghindari ketaksaan, mengungkapkan secara singkat, mengungkapkan secara beraturan (Gunarwan 2004: 11 dan Thomas 1995: 63-64).
            Objek penelitian dalam analisis ini adalah Debat Capres 2009 yang mana lebih meneliti tuturan yang digunakan oleh Capres 2009 dalam meyakinkan masyarakat untuk menarik sura sebanyak-banyaknya. Sehingga masyarakat menjadi terpengaruh. Dalam objek ini juga di analisis bagaimana tuturan bisa menjadi alat yang efektif untuk menarik massa.
            Menurut saya tuturan para Capres 2009 itu penting untuk dikaji, karena kita dapat tahu tuturan seseorang itu dapat berpengaruh beesar terhadap lawan penuturnya dan dapat menimbulkan polemic dan kontroversi. Dalam bahasa politik yang menjadi kajian dalam pembahasan ini juga berpengaruh terhadap masyarakat khususnya yang tidak mengenal sosok Caprenya. Dengan bahasa yang para Capres gunakan dapat diketahui sosok mereka dalam berkampanye maupun kepribadiannya.
            Tujuan penganalisisan sendiri adalah untuk mengeahui:
1.      Bagaimana Tuturan Capres dalam berkampanye?
2.      Sejauh mana tuturan tersebut memerikan respons terhadap mayarakat
3.      Bagaimana kajiannya menurut pragmatik dengan menggunakan prinsip kerja sama?
Metode
            Metode pengambilan data yang dilakukan yaitu metode literatur dengan melakukan pencarian dari internet dan menonton rekaman ulangan debat capres dari internet dan diambil beberapa dialog percakapan antar Susilo Bambang Yudoyono, Jusup Kalla dan Megawati serta moderator.
            Analisis yang dilakukan menggunakan prinsip kerjasama yang terdiri dari maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi dan maksim pelaksanaan. Tetapi dalam penganlisisan ini lebih menitiberatkan pada maksim relevansi dan maksim pelaksanaan.
            Simpulan dalam penganalisisan ini dapat diperoleh setelah pembahsannya dianalisis dan tujuan yang ingin diketahui tersebut terjawab. Simpulan sendiri dapat memberikan gambaran kepada pembaca bahwa Debat Capres adalah sarana yang efektif juga dalam meraih massa atau meyakinkan massa.
Landasan Teori
Pengertian Pragmatik
Dalam tulisan Putu Wijana diungkapkan bahwa ilmu pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual secara eksternal.
Yule (1996: 3) misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Thomas (1995: 2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction).
Leech (1983: 6 ) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi
Prinsip Kerjasama
Analisis Dalam komunikasi yang wajar agaknya dapat diasumsikan bahwa seorang penutur mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan bicaranya, dan berharap lawan bicaranya dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu. Untuk itu penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, dan mudah dipahami, padat dan ringkas (concise), dan selalu pada persoalan (straight forward), sehingga tidak menghabiskan waktu lawan bicaranya. (Dewa Putu Wijana, 1996)
Bila dalam suatu percakapan terjadi penyimpangan, ada implikasi-implikasi tertentu yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila implikasi itu tidak ada, maka penutur yang bersangkutan tidak melaksanakan kerjasama atau tidak bersifat kooperatif. Jadi, secara ringkas dapat diasumsikan bahwa ada semacam prinsip kerja sama yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara agar pproses komunikasi itu berjalan lancar.
Dalam Dewa Putu Wijana (1996) dikemukakan pendapat Grice dan Austin bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip-prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi 4 maksim percakapan (conversational maxim), yakni maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (maxim of manner).
a. Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya.
Contoh:
A: Siapa namamu?
B: Ani
A: Rumahmu di mana?
B: klaten, tepatnya di Pedan.
A: Sudah bekerja?
B: Belum masih mencari-cari.
b. Maksim Kualitas
Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi pesertapercakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Apabila patuh pada prinsip ini, jangan pernah mengatakan sesuatu yang diyakini bahwa itu kurang benar atau tidak benar.
Contoh:
A: “Angga ada di rumah Bu?”
B:”Ada, baru saja pulang dari mengantar Santi pergi”.
c. Maksim Relevansi
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.
Contoh:
A: Ani, ada telepon untuk kamu.
B: Saya lagi di belakang, Bu.
A: Pukul berapa sekarang, Bu?
B: Tukang koran baru lewat.
d. Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut.
Contoh:
A: ‘Bagaimana hasil karangan Si Budi?”
B: “Bahasanya bagus”.
Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan
PERTANYAAN: Mengenai hubungan negara dengan rakyat, hal itu menjadi tantangan tersendiri. Rakyat selalu mengandalkan pemerintah berada di pihak rakyat yang menjadi korban. Mengenai Lumpur Lapindo, kenyataan masyarakat di sana mengalami masalah, entah tanah dan kesejahteraan. Langkah apa yang harus dikerjakan?
MEGAWATI: Sebetulnya pada waktu itu harusnya dikatakan kepada rakyat bahwa kita mengambil alih, ini bencana alam dan akan terjadi danau pada radius tertentu. Melalui pemetaan yang ada, kita bisa merelokasi penduduk dengan keadaan yang tentunya cukup nyaman. Hal ini tentu bisa berjalan, jika kesadaran rakyat terhadap early warning system itu sudah berjalan, terkait itu hal bencana. Hal lain adalah faktor hukum, mereka yang ragu apakah ini bencana industrial/alam harus dibawa ke ranah hukum.
SBY: Langkah pertama adalah mereview apa yang telah terjadi. Untuk satu mengatasi lumpur, dan dua adalah membantu korban. Namun demikian menurut saya, menurut prioritas yang ada, kita harus memberi bantuan, mana yang porsi Lapindo, mana yang harus kita bantu. Namun jika kedepannya saya terpilih lagi, semua ini harus direview dari semua kalangan. Memang ada beberapa perbedaan terkait relokasi. Namun kami juga membuka komunikasi terhadap masyarakat setempat. Dalam tahap tertentu ini bisa menyelesaikan masalah. Agar masalah betul-betul tuntas, agar rakyat dapat terpenuhi hak-haknya.
JK: Ada empat soal pokok masalah Lapindo. Semburan, akibatnya terhadap lingkungan, rakyat, dan infrastruktur. Rakyat yang merupakan tugas Lapindo harus dipercepat. Namun semua itu sangat tergantung kepada penyebabnya, yaitu semburan itu sendiri. Saya akan berprioritas, mengerahkan teknologi yang ada (terbaik) untuk menghentikan semburan. Kemudian infrastruktur, sehingga memperbaiki jalan-jalan yang ada. Masalah lingkungan, harus kita perhatikan betul agar lingkungan yang ada tidak tercemar. Dan yang terpenting adalah rakyat, serta infratruktur yang ada harus diselesaikan, agar ekonomi Jawa Timur tidak terganggu.
Dari pemaparan jawaban yang dikemukakan para capres di atas menurut analisis sudah mengandung maksim relevansi dan maksim pelaksanaan/cara karena apa yang ditanyakan moderator berhubungan dengan jawaban yang dikemukakan oleh para Capres yaitu mengenai langkah penanganan tentang lumpur Lapindo yang harus dilakukan saat ini. Meskipun Megawati terlebih dahulu meriview ke belakang dengan mengatakan Sebetulnya pada waktu itu harusnya dikatakan kepada rakyat bahwa kita mengambil alih, ini bencana alam dan akan terjadi danau pada radius tertentu. Baru megawati akan mengambil jalur hukum untuk menangani masalah lumpur Lapindo ini. Jawaban JK pun mengandung maksim relevansi dengan mengambil pokok-pokoknya yitu semburan, lingkungan, dan infrastruktur.  Begitu pun dengan SBY yang mengambil langkah merelokai warga ke tempat yang aman dan mengatasi semburan. Tidak hanua mengandung maksim cara dan maksim relevansi jawaban yang disampaikan para capres pun mengandung maksim kualitas yaitu mengutarakan jawaban yang diperlukan oleh penanyanya seperti dalam pengertian maksim kualitas oleh Grice yaitu, maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya.
PERTANYAAN - JK: Slogan bapak adalah lebih cepat lebih baik. Bagaimana bapak bisa berbeda terhadap hal itu, terkait dengan Pungutan Liar? Harus ada terobosan terhadap Pungli, sehingga lembaga pemerintah menjadi institusi pelayanan.
JK: Pungli, bagian daripada suatu sisi negatif dari pelayanan masyarakat yang harus kita hentikan. Hal ini disebabkan kewenangan yang tidak jelas, karena tidak ada performansi yang jelas pula. Pegawai negeri, harus direforamsi, dengan memperbaiki kesejahteraannya, namun semua harus ada ukuran2 performans pegawai negeri, dan performans itu harus diikuti, sehingga tidak ada pelanggaran. Dari situ tentu disiplinnya, dan harus ada pelanggarannya terhadap hal itu. Kalau itu dilaksanakannya semua, akan saya laksanakan hal itu semua dengan baik, jauh lebih akuntabel, dan lebih transparan.
MEGAWATI - TANGGAPAN: Menurut saya, apa yang dikatakan oleh Pak Kalla, itu karena harus mempertahankan slogannya yang lebih cepat lebih baik. Meskipun satu hari, kadang-kadang KTP kalau tidak diberi uang pungli, tidak akan selesai satu hari. Oleh karenanya harus diperbaiki mental bangsa kita. Mencontoh kepada luar negeri, mereka khawatir dalam uang yang berjumlah lebih, sehingga dihitung lebih. Pendidikan yang ada saat ini tidak begitu ketat memberikan pendidikan budi pekerti kepada anak-anak kita. Tetapi kalau hal ini tidak dilakukan oleh masyarakat, maka hal ini tidak akan berjalan cepat seperti apa yang pak Kalla inginkan.
            SBY - TANGGAPAN: Saya setuju dengan pak JK. Namun ada yang ingin saya tambahkan. Satu, harus ada sosialisasi yang jelas. Kedua, berikan kotak aduan di setiap tempat pelayanan publik, sehingga di setiap tempat pelayanan publik masyarakat bisa mengadu. Dan satu lagi, kita mempunyai sistem teknologi. Makin menjadi online pengurusannya, itu makin bisa dicek kebenarannya. Bagi petugas pun tidak akan bisa main-main karena ada sarana pengaduannya.
JK - TANGGAPAN: Saya berterimakasih atas dukungan ibu Mega dan Pak SBY. Mengenai mental, seperti yang Al-Hadits katakan, pemimpin itu bertanggung jawab. Dan transparansi, seperti kata Pak SBY, itu juga penting, dan tentu saja kontrol dari atasan. Jadi ada check and balance.
            Mengenai tanggapan para capres soal masalah banyaknya pungli yang terjadi saat ini mengandung prinsip kerja sama meskipun lebih banyak menyinggung
PERTANYAAN - MEGAWATI: Slogan ibu adalah Mega-Pro-rakyat. Tentu semua presiden akan pro rakyat, tidak hanya ibu. Namun bagaimana ibu menerjemahkan slogan pro-rakyat terhadap masalah TKI di luar negeri. Dengan skala yang demikian besar, maka perlindungan negara sering menjadi satu2nya perlindungan yang mereka andalkan. Langkah apa yang akan ibu lakukan?
MEGAWATI: Banyak persoalan sebenarnya terjadi di dalam negeri.. Persoalan yang terjadi di luar negeri itu berbeda, dan sulit, karena akan melibatkan hubungan bilateral dua negara. Kita sepertinya selalu berada di pihak defensif. Oleh karenanya kita harus mempererat keluarnya TKI, terutama TKI ilegal, karena akan sulit bagi kita untuk melindungi. Kemudian harus kita berikan pendidikan, karena kebanyakan merekalah yang mengalami masalah...dan Kedutaan pun..(waktu habis)
SBY - TANGGAPAN: Di luar negeri pun kita harus membuat kerjasama yang konkrit. Menurut saya mata rantai antara hubungan di luar negeri dan dalam negeri, harus beres terlebih dahulu di dalam negeri. Sesampainya di luar negeri Kedutaan juga harus memberikan perlindungan dan komunikasi, serta hak-hak TKI itu.
JK - TANGGAPAN: Tentu saya sependapat dengan Ibu Mega, karena saya kerjakan juga semasa saya menjadi Menkokesra di bawah Ibu Mega. Kita harus mempersiapkan kontrak yang baik/MOU dengan negara itu. Seperti mewajibkan kepada, khususnya, kedutaan Saudi dan Malaysia, lawyer-lawyer, dan menyelesaikan masalah lebih dahulu di asalnya, di Saudi. Jangan pulang baru bermasalah. Persiapan-persiapan sebelum berangkat tentu harus dibekali manual-manual
MEGAWATI - TANGGAPAN: Ya semua ikut saya....(cukup)
            Jawaban Capres yang diutarakan memang sangat meyakinkan jika dilihat dari bagaimana upaya-upaya yang ditawarkan kepada rakyat khususnya untuk dapat menari mereka. Dapat ditemukan juga maksim kualitas yang menuru syamsuddin dalam bukunya studi wacana adalah kerja sama dalam bentuk jawaban yang sesuai. Memang pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh moderator telah sesuai dengan jawaban Capres juga sesuai dengan tanggapan yang diberikan oleh capres keapada satu sama lainnya.
PERTANYAAN: Upaya apa yang dilakukan untuk menstabilkan harga, menahan ledakan penduduk, dan meningkatkan taraf hidup petani.
JK: "Mohon maaf pak Bambang, kalau seperti dalam iklan indomie yang bapak keluarkan. Hal itu justru akan membebani karena gandumnya masih impor," kata Jusuf Kalla.
SBY: "Maaf pak JK kalau yang dimaksud indomie pak JK adalah yang murni dibuat dari gandum. Indomie yang saya makan sudah dengan campuran singkong, gandum dan lainnya."
Dalam jawaban yang diutarakan oleh JK dan SBY yang menggunakan istilah sindiran di atas juga mengandung maksim relevansi jika kita menelaahnya lebih lanjut. Dalam jawaban JK yang menyindir SBY tentang masalah ekspor-impor menggunakan penyimbolan terhadap mie yang identik bahan baku yang digunakan adalah gandum yang mana Indonesia harus mengimpornya dari luar. Secara tidak langsung ini berhubungan. Meskipun tidak dijelaskan secara terperinci dan rigid.
PERTANYAAN: jaminan pemerintah untuk pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW.
JK: "Kita juga bangun listrik 10 ribu MW meskipun dulu Boediono tolak berikan jaminan untuk itu,".
SBY: "Saya bela Boediono karena satu guru satu ilmu. Dulu kan tak ada jaminan kemudian jaminan lunak. Nah saya sebagai presiden ambil keputusan kita berikan jaminan.
            Dalam pertanyaan mengenai jaminan pembangkit 10 ribu MW SBY masih ada maksim relevansi dan maksim pelaksanannya yaitu dengan memberikan jaminan. Meskipun awalnya dapat dilihat bahwa ada tamengan yang diujarkan oleh SBY yaitu dulu kan tidak ada jaminan kemudian jaminan lunak. Dalam pelaksanaannya prinsip kerja sama tidak dapat dipisahkan dengan prinsip lainnya yang ada dalam pragmatik.
Simpulan dan Saran
            Pragmatik merupakan cabang ilmu yang baru dalsm cabang linguistic. Pragmatik dahulu hanya dijadikan istilahnya tong sampah dalam analisis-analisi baik morfologi, fonologi, sintaksis, maupun semantic. Namun dalam kenyataannya sekarang pragmatik dapat mengkaji bahasa secara luas baik bahasa lisan (tuturan) maupun tulisan (wacana). Pragmatik pun mempunyai beberapa pembahasan yaitu tindak tutur, prinsip kesopanan, prinsip kerja sama, tamengan (hedging) dan CDA (critical, discussion dan analysis). Prinsip kerja sama sendiri terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi/relasi, maksim cara/pelaksanaan.
            Kajian pragmatik mengenai tuturan Capres dam debat yang diilakukan sebelum pemilu dalam pembahasan pemaparannya memang ditemukan prinsip kerja sama baik maksim kuantitas maupun maksim pelaksanaan. Memang dalam pemaparan tanggapan para capres dan jawaban lebih menitiberatkan pada maksim pelaksanaan dan maksim relevansi karena ini merupakan sebuah dialog yang memerlukan jawaban yang berhubungan dan pelaksanaan untuk ke depannya. Tetapi tidak dipungkiri juga ditemukan maksim kuantitas yang jawabannya membutuhkan informasi yang utuh. Pemaparan ini juga dalam rangka menarik rakyat/ massa dalam proses kampanye sehingga bahasa-bahasa yang digunakan banyak menggunakan unsure politik dan kehati-hatian dalam penuturannya. Pemaparan para capres memang efektif untuk menarik massa sehingga debat merupakan salah satu cara yang digunakan oleh para Capres.
Pustaka Acuan
Ajick . 2009.Penggunaan Bahasa dalam Perspektif Pragmatik dan Implikasinya bagi Peningkatan Kualitas Generasi Muda Di Indonesia. Diambil dari situs http://www.mail-archive.com/indonesia-online@yahoogroups.com.
Subuki, Makyun. 2007. Mengapa Pragmatik Perlu Dipelajari Dalam Program Studi Linguistik?. [online].  Di  ungguh dari situs: www.tulisanmakyun.wordpress.com.
Syamsuddin A. R., M.S. 1992. Studi Wacana Teori-Analisis-Pengajaran. Bandung : Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni FPBS IKIP Bamdung.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Penerbit Angkasa.
Wijana, I Dewa Putu.1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
Yule, George. 1996. Pragmatics.Oxford University Press; New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar