Laporan Tugas Kelompok Pragmatik
Laporan Tugas Kelompok
1. Tindak Tutur
1) Tindak Tutur
Representatif
Tindak representatif yaitu tindak yang menjelaskan apa dan bagaimana
sesustu itu adanya. Termasuk
dalam tindakan ini misalnya mengemukakan, menjelaskan, menyatakan, dan
menunjuk.
Contohnya :
A : “Pensil itu bukan milik saya”
B : “Lalu milik siapa?”
A : “Saya tidak tahu.”
Dari percakapan singkat di atas, bahwa A
menyatakan bahwa pensil itu bukan miliknya dan A mengemukakan bahwa ia tidak
tahu siapa yang sebenarnya memiliki pensil itu.
2) Tindak
Tutur Ekspresif
Tindak
ekspresif yaitu tindak tutur yang menyangkut perasaan dan sikap. Tindak tutur
ini misalnya berupa tindakan meminta maaf, berterima kasih, mengadukan,
menyampaikan, ucapan selamat, mengkritik dan sebagainya. Tindak ekspresif ini
berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan sikap psikologis pembicara
terhadap lawan bicara.
Contohnya :
A :”Bolehkah saya meminjam buku novel Harry Potter
punya kamu?”
B :”tentu saja boleh, tapi setelah saya selesai
membacanya.”
A : “terima kasih”
A :”kapan akan selesai dibaca?”
B :”insya allah hari rabu depan.”
Dalam pemenggalan percakapan di atas terdapat
adanya tindak tutur berterima kasih, sebagai salah satu contoh tindak ekpresif.
3) Tindak
Tutur Komosisif
Tindak
komisif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong pembicara melakukan sesuatu
misalnya bersumpah dan berjanji.
Contohnya :
A : “Saya berjanji bersumpah tidak akan
menceritakan masalah ini kepada siapapun, percayalah!”
B : “Baiklah kalau begitu saya akan
menceritakannya kepadamu”.
Dari percakapan di atas menunjukkan bahwa A
melakukan tindak tutur berjanji kepada B untuk tidak menyebarluaskan masalah
tertentu karena A ingin mengetahuinya.
4) Tindak
Tutur Direktif
Tindak
Direktif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong penanggap tutur melakukan
sesuatu, misalnya mengusulkan, memohon, memerintah, mendesak, menentang. Dengan
kata lain yang bisa memerintah lawan tutur melakukan suatu tindakan verbal
maupun non verbal.
Contohnya :
A : “bawakan buku itu untuk saya!”
B : “apa dikira saya ini pembantu?” (walaupun
begitu B bergegas mengambil buku juga).
2. Prinsip-prinsip
Kerjasama Grice
3. 1)
Inflikatur dan Eksflikatur
2) Praanggapan
Jika suatu kalimat diucapkan, selain dari makna
yang dinyatakan dengan pengucapan kalimat itu, turut tersertakan pula tambahan
makna, yang tidak dinyatakan, tetapi tersiratkan dari pengucapan kalimat itu.
Pengertian inilah yang dimaksud dengan praanggapan. Kalimat yang dututurkan
dapat dinilai tidak relevan atau salah bukan hanya karena pengungkapannya yang
salah melainkan juga karena praanggapannya yang salah. “Presuppositions
are what is taken by speaker to be the common ground of the participants in a
conversation” (Stalnaker, 1987: 321). Menurut Stalnaker, praanggapan adalah apa
yang digunakan oleh pembicara sebagai dasar utama bagi lawan bicara dalam
percakapan. Nababan (1987: 46), memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar
atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan
bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi
pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara
menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna
atau pesan yang dimaksud.
Contoh;
“itu bangkai. Pantas bau”
“itu bunga. Pantas wangi”
3) Entelmen
5. Teori Hedges (tamengan)
Tamengan (hedges)
adalah salah satu parameter apakah suatu tuturan itu mematuhi atau melanggar
bidal kuantitas baik tuturan langsung maupun tidak langsung (Yule, 1996).
Contoh :
“setahu saya mungkin sebentar lagi mereka akan menikah”
6. Teori CDA (Critical Discourse Analysis)
"Critical Discourse Analysis" (CDA) yang dipopulerkan
oleh Van Dijk (1978) CDA sudah membuat kajian bahasa menjadi alat
interdisipliner dan digunakan oleh para ahli dengan bermacam-macam latar
belakang, termasuk kritik media. Van Dijk mengidentifikasi adanya lima
karakteristik yang harus dipertimbangkan di dalam CDA yaitu; tindakan, konteks,
historis, kekuasaan, dan ideology. Yang paling signifikan lagi adalah bahwa CDA
menawarkan kesempatan untuk mengangkat perspektif sosial di dalam studi teks
media antar budaya, seperti kajian wacana politik, yang berbeda dengan analisis
teks secara linguistik, pragmatik, dan sosiolinguistik. Sementara kebanyakan
bentuk analisis wacana bertujuan untuk memahami aspek sosio-kultural wacana,
CDA bertujuan untuk menjelaskan perwujudan, struktur internal, dan susunan teks
secara keseluruahan. Salah satu perbedaan utama adalah bahwa CDA bertujuan
untuk mengeriktik deskripsi dan teori wacana. Ada tiga pertanyaan dasar kajian
CDA:
1.
Bagaimana kelompok yang (lebih) kuat mengontrol
wacana publik?
2.
Bagaimana wacana yang demikian mengontrol pikiran
dan tindakan kelompok yang (lebih lemah) dan apa dampak sosial pengontrolan
yang demikian, seperti kesenjangan sosial?
3.
Bagaimana kelompok yang didominasi secara tidak
langsung menantang kekuatan tersebut.
Daftar Rujukan
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran
Pragmatik. Bandung:
Penerbit Angkasa.
Wijana, I Dewa Putu.1996. Dasar-dasar Pragmatik.
Yogyakarta: Andi Offset.
Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford. Oxford University
Press.
http:www.hum.uva.nl/teun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar